SEJARAH DESA GOGODALEM
Desa Gogodalem
semula bernama SELO MIRING merupakan
hutan belantara yang jauh dari pemukiman penduduk , dan datanglah seorang pengembara berketurunan
negara Saudi Arabia yang bernama : Raden NITI NEGORO yang sampai sekarang
diyakini penduduk sebagai Cikal Bakal di Desa Gogodalem sampai Akhir
hayatnya dimakamkan di makam Wali :
SENTONO - DUSUN KAUMAN DESA GOGODALEM.
Raden Niti Negoro
bersama Istrinya dalam kesehariaanya
mengolah tanah di Selo Miring juga
membuat alat-alat pertanian atau sering di kenal sebagai PANDHE BESI
sambil mensiarkan Agama Islam mendirikan Musholla / langgar.
Karena
kesederhanaan dan kearifan beliau dalam mensiarkan Agama sehingga banyak
Penduduk di sekitarnya yang tertarik ikut berkumpul / berinteraksi di Selo Miring sehingga
terbentuk suatu Desa / dusun yang ramai makmur dan damai .
Raden Niti Negoro
di Selo Miring bersama istrinya di karuniai
2 ( dua ) orang anak yakni : R. MERTO NGASONO dan Rr.
DEWI SUNI
ASAL USUL / LEGENDA DESA GOGODALEM
SELO
MIRING lambat laun menjadi desa yang ramai dan bersahaja dan sangat
agamis,dalam penyebaran agama Islam – pun sampai terdengar di Kerajaan
Singosari serta berada di sebelah utara Pesisir Pulau jawa.
Desa Selo Miring lama–kelamaan menjadi
ramai dengan adanya pendatang yang ingin menetap dan tinggal di desa itu.
Sampai terdengar di Kadipaten Korowelang
dalam wilayah Kerajaan Singosari sampai Putra Kadipaten Korowelang yang bernama Raden Wongso Taruno ikut di perintah untuk ngangsu Kawruh (
belajar ) ilmu agama Islam di selo miring
Raden Wongso Taruno dalam
belajar ilmu Agama Islam sangat rajin dan patuh dan taat kepada Raden Niti
Negoro yang sampai akhirnya berminat menjadohkan dengan Putrinya Roro Dewi
Suni. Dalam perjodohon R.Wongso Taruna dengan Rr Dewi Suni dikaruniai 2 ( dua )
orang Putra yakni : Raden Satrean dan Roro Dewi Asiyah.
Raden SATREAN dalam nginjak usia
remaja di perintah oleh ayahnya untuk memperdalam ilmu agama Islam di Pesantren
Gunung Jati – Kuningan Cirebon Jawa Barat.
Raden Satrean dalam mondok ( belajar ) di Kuningan Cirebon satu Gothak /
kamar dengan Putra Raja Solo yang bernama Raden TUBAGUS sehingga sangat akrab
dan seolah tak dapat di pisahkan seperti saudara kandung. Singkat cerita Raden
Satrean dan Raden Tubagus dirasa sudah cukup dalam menuntut ilmu di Kuningan –
Cirebon sehingga untuk pulang kedaerah asalnya masing-masing untuk mensiarkan
Agama Islam dan ilmu yang didapat selama dalam Pondok pesanteren itu. Namun
sebelum kedua sahabat itu berpisah saling punya kata sepakat apabila nanti kita
di desa masing-masing sudah pada dewasa dan saling berkeluarga jangan sampai
persahabatan / paseduluran ini putus begitu saja. Kita harus saling
bersilaturrohim.
Pada akhirnya Raden Satrean
di desa selo miring meneruskan perjuangan Ayahnya untuk mengembangkan Ilmu
Agama Islam dan juga bercocok tanam / bertani
, karena kearifan , ketekunan dan
Kebijaksanaan beliau dalam berinteraksi
dengan santri / warga sehingga Raden Satrean sangat disegani dan dihormati dan
masyarakat desa Selo miring sangat hidup kecukupan dan tentram serta nyaman.
Pada suatu ketika Raden Satrean
selepas sholat Isak berjamaah dan sedang bercengkrama dengan istrinya teringat
akan kata-kata ketika berpisahan dengan sahabatnya Raden Tubagus bahwa sepakat
akan saling silaturohmi ketika sudah saling berkeluarga maka ketika itu
pula belaiu berkata pada istrinya : Nyi…aku bermaksud akan pergi ke keraton
Solo untuk silatrurohmi dengan Sahabatku Raden Tubagus … tulung masakke sego
pari Gogo minongko pisungsun / oleh-oleh
Tanpa pikir panjang Nyai ( Istri R.Satrean ) menanak nasi dari
padi jenis gogo yang baru saja di panen… tak lama nasi itu sudah masak
dibungkuslah dalam bakul / regge …….dan berangkatlah malam itu ke keraton Solo
( perjalanan malam ) menjelang waktu Subuh sampai di Keraton Solo dan selepas
Sholat Subuh berjamaah dengan di antarkan Punggawa Keraton Solo menghadaplah
Raden Satrean ke Raden Tubagus dan Permaisurinya. setelah bercakap-cakap dalam
rasa kangenan itu kemudian Raden Satrean
mengharturkan bekal oleh-oleh dari istrinya…dan diterima dengan senang hati
oleh Raden Tubagus dan Permaisurinya…sampai Permaisuri tadi terhenyak heran
bekal oleh-oleh berwujud nasi gogo tadi di buka masih Kebul-kebul ( anget )
padahal sudah dalam perjalanan
semalam….tak dapat dibendung setelah menikmati nasi gogo yang dari Raden
Satrean tadi Permaisuri ( Istri Raden Tubagus ) bertanya Ke Raden Satrean . :
Kisanak… Sego opo sing tak aturke ke sampean ndalem ( Raden Tubagus +
Permaisuri) … rasane enak lan isih
anget. ….Jawab Raden Satrean singkat ; Ooo… Puniko wau sekul gogo..ndiko panen
piyambak Gusti ratu … ( Ooo Itu nasi Padi jenis gogo yang kami panen
sendiri ) saking senengnya dan sangat
menikmati oleh-oleh nasi gogo tadi …sampai akhirnya beliau bersabda : Kisanak…sepulang dari pisowanan ini desa
kisanak tak paringi jeneng : GOGODALEM
: Nasi Persembahan jenis Gogo katur
Samandalem ( Kerabat / keluarga )
kerajaan Solo .dan oleh Ratu Solo
Raden Satrean diberi Oleh-oleh Pelem / mangga jenis lerak .
Pada akhirnya Raden Satrean
sampai di selo miring mengumpulkan santri dan warga setempat mengadakan
selamatan bertepatan pada tanggal 20 ruwah sekaligus mengadakan ziarah kubur
massal / khoul yang sampai sekarang
dikenal SADRANAN mengubah desa SELO MIRING menjadi GOGODALEM dan desa Gogodalem salah satu penghasil
buah-buahan Jenis Mangga Lerak.
( Petikan sejarah ini setiap
sadranan di ceritakan dan dibacakan silsilah mulai R.Eyang Niti Negoro
sampai Turunan ke bawah ke -14 )
Dikisahkan pula pada pendirian Masjid AT-TAQWA Dsn. Kauman sebagai peninggalan
sejarah yang masih diyakini masyarakat sebagai sejarah Desa Gogodalem.